(E-SKRIPSI) ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN TINDAK PIDANA KORUPSI BIBIT MANGROVE OLEH KEPALA DINAS PERKEBUNAN DAN KEHUTANAN KABUPATEN PESAWARAN (Studi Putusan Nomor 19/Pid.Sus-TPK/2017/PN.Tjk Tahun 2017)
Tindak pidana korupsi di Indonesia hingga saat ini menjadi salah satu penyebab
terpuruknya sistem perekonomian bangsa yang dibuktikan dengan semakin
meluasnya tindak pidana korupsi dalam masyarakat dengan melihat
perkembangannya yang terus meningkat dari tahun ke tahun.
Permasalahan dalam penelitian adalah mengapa pelaku melakukan tindak pidana
korupsi bibit mangrove, bagaimana pertanggungjawaban tindak pidana korupsi
bibit mangrove oleh Kepala Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten
Pesawaran berdasarkan putusan Nomor 19/Pid.Sus-TPK/2017/PN.Tjk dan
Bagaimana pelaku mengembalikan kerugian Negara putusan Nomor 19/Pid.Sus-
TPK/2017/PN.Tjk.
Metode penelitian menggunakan pendekatan yuridis normatif dan empiris,
pendekatan yuridis normatif dilaksanakan dengan mempelajari norma atau kaidah
hukum, asas-asas hukum, sedangkan pendekatan empiris dilakukan dengan
wawancara langsung terhadap narasumber yang akan berhubungan dengan
masalah penelitian, analisis data yang digunakan adalah kualitatif.
Hasil penelitian faktor penyebab pelaku melakukan tindak pidana korupsi bibit
mangrove di Kabupaten Pesawaran adalah sifat tamak manusia, moral yang
kurang kuat, penghasilan yang kurang mencukupi, kebutuhan hidup yang
mendesak, gaya hidup yang konsumtif dan aspek peraturan perundang-undangan
korupsi mudah timbul karena adanya kelemahan di dalam peraturan perundang-
undangan yang dapat mencakup adanya peraturan yang monopolistik yang hanya
menguntungkan kroni penguasa, kualitas peraturan yang kurang memadai,
peraturan yang kurang disosialisasikan, sanksi yang terlalu ringan, penerapan
sangsi yang tidak konsisten dan pandang bulu, serta lemahnya bidang evaluasi dan
v
revisi peraturan perundang-undangan. Pada Putusan Nomor 19/Pid.Sus-
TPK/2017/PN.Tjk terdakwa Sayuti (mantan Kepala Dinas Perkebunan dan
Kehutanan Kabupaten Pesawaran) dijatuhi vonis 1 (satu) tahun 4 (empat) bulan
penjara. Pada putusan tersebut terdakwa juga membayar denda sebesar Rp
50.000.000 (lima puluh juta rupiah) subsider 2 (dua) bulan kurungan dan
membayar uang pengganti sebesar Rp 140. 000.000 (seratus empat puluh juta
rupiah) namun telah dititipkan Rp 70.000.000 (tujuh puluh juta rupiah). Cara
pelaku mengembalikan kerugian Negara putusan Nomor 19/Pid.Sus-
TPK/2017/PN.Tjk adalah dengan proses penyitaan asset bahwa Jaksa dapat
melakukan tindakan-tindakan upaya paksa yang dilakukan oleh penyidik dan
penuntut umum dapat digantikan oleh Jaksa yang menurut Pasal 1 angka 6 huruf a
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana adalah pejabat yang diberi wewenang oleh
undang-undang untuk melakukan putusan pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap. Kewenangan ini diberikan kepada jaksa (bukan penyidik
atau penuntut umum) untuk melakukan upaya paksa dan pengajuan permohonan
penyitaan asset.
Saran, untuk meminimalisir tindak pidana korupsi diperlukan
peningkatan pengawasan terhadap penyelenggaran kegiatan bibit mangrove
kepada pihak penerbit dan penyalur buku terutama bagi rekanan proyek
pemerintah daerah, karena dengan adanya kerja sama yang baik antara
pemerintah, masyarakat maupun para penegak hukum dapat menurunkan
kasus tindak pidana korupsi. Hakim dalam memberikan sanksi pidana maksimal
bagi pelaku tindak pidana korupsi agar membuat jera setiap pelaku yang telah
melakukan tindak pidana korupsi yang menyebabkan negara mengalami kerugian
yang cukup banyak. Dalam pengembalian kerugian Negara dapat dilakukan oleh
jaksa apabila panitera sudah mengirimkan salinan surat putusan kepadanya, dan
setelah eksekusi dilakukan maka jaksa mengirimkan tembusan berita acara
pelaksanaan putusan pengadilan yang ditandatangani olehnya sesuai dengan Pasal
1 angka 6 huruf a jo. Pasal 270 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
Kata Kunci: Pertanggungjawaban, tindak pidana korupsi, bibit mangrove
Tidak tersedia versi lain