(E-SKRIPSI) FUNGSI TIM ASESMEN TERPADU (T.A.T) DALAM MEMBERIKAN REKOMENDASI UNTUK PROSES REHABILITASI BAGI PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA (Studi di Badan Narkotika Nasional Provinsi Lampung)
Badan Narkotika Nasional (BNN) bekerjasama dengan Sekretariat Mahkamah
Agung, Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Kesehatan, Kementerian
Sosial, Jaksa Agung, Kepala Kepolisian Republik Indonesia menyelenggarakan
penandatanganan peraturan bersama terkait penanganan pecandu narkotika dan
korban penyalahgunaan narkotika ke dalam lembaga rehabilitasi.
Permasalahan dalam penulisan skripsi ini adalah apa saja fungsi Tim Asesmen
Terpadu (T.A.T) dalam memberikan rekomendasi untuk proses rehabilitasi bagi
penyalahgunaan Narkotika dan apa saja faktor penghambat Tim Asesmen Terpadu
(T.A.T) dalam memberikan rekomendasi untuk proses rehabilitasi bagi
penyalahgunaan Narkotika.
Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
yuridis normatif dan pendekatan empiris. Pengumpulan data berdasarkan studi
kepustakaan dan studi lapangan, sedangkan pengolahan data dilakukan dengan
metode editing, klasifikasi dan sistematisasi data, selanjutnya dianalisis dengan
menggunakan analisis deskriptif kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian terlihat bahwa fungsi Tim Asesmen Terpadu (T.A.T)
dalam memberikan rekomendasi untuk proses rehabilitasi bagi penyalahgunaan
narkotika didasari adanya ketentuan Pasal 127 ayat (2) dan (3) Undang-Undang
Narkotika yang mewajibkan adanya pembuktian bagi penyalahguna narkotika
v
agar dapat direhabilitasi. Pembuktian tersebut dapat diperoleh dengan adanya
Asesmen terpadu bagi penyalahguna narkotika yang bertujuan mengidentifikasi
taraf kecanduan narkotika serta keterlibatannya dalam jaringan narkotika. Tim
Asesmen Terpadu (T.A.T) dalam memberikan rekomendasi untuk proses
rehabilitasi bagi penyalahgunaan narkotika masih menemui berbagai hambatan
dalam pelaksanaannya. Faktor penegak hukum disebabkan masih adanya
perbedaan persepsi antar aparat penegak hukum dalam menentukan patut tidaknya
seorang penyalahguna narkotika untuk dapat diAsesmen. Kemudian faktor sarana
dan prasarana, yaitu keterbatasan laboratorium uji serta instalasi rehabilitasi yang
dimiliki pada setiap daerah menjadi salah satu faktor penghambat penerapan
Asesmen terpadu.
Aparat penegak hukum terutama penyidik sudah sepatutnya menjadikan
penerapan Asesmen terpadu menjadi inisiatif penegakan hukum dalam menangani
penyalahguna narkotika bukan lagi hanya sebagai sebuah opsi. Dengan adanya
Asesmen terpadu, penyalahguna mendapatkan legitimasi taraf ketergantungannya
dan ditempatkan kedalam instalasi rehabilitasi secara lebih dini agar pemulihan
kondisinya dapat segera dicapai sembari tahap penegakan hukumnya tetap
dijalankan.
Kata Kunci: Penyalahgunaan Narkotika, Rekomendasi, Rehabilitasi
Tidak tersedia versi lain