TEXT
Menggapai tujuan pemidanaan dalam perkara pencurian ringan
Nenek Minah yang diaditi karena mencuri tiga butir buah kakao, Basar dan Kholil diajukan ke persidangan karena mencuri semangka, serta seorang anak berinisial AP (13 tahun) yang didakwa mencuri tali timba adalah beberapa contoh dari sekian banyak perkara pencurian yang relatif kecil nitai kerugian ekonomisnya, namun perkara-perkara tersebut menarik perhatian yang cukup besar baik bagi masyarakat umum maupun para pelaku dan pemerhati hukum. Sebenarnya tidak ada yang salah dengan diajukannya mereka ke persidangan untuk mempertanggungjawabkan perbuatan mereka, karena memang setiap tindak pidana harus diproses hingga tuntas, baik itu dengan proses hukum pidana atau pun proses lain yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Permasalahannya adalah substance atau peraturan perundang-undangan yang berlaku tidak lagi sesuai dengan perkembangan masyarakat. Para pelaku pencurian ecek-ecek tersebut harus menghadapi persidangan pidana dengan acara pemeriksaan biasa dengan dakwaan Pasal 362 atau Pasal 363 KUHP yang ancaman pidananya penjara paling lama 5 atau 7 tahun, karena batasan tindak pidana pencurian ringan yang ditentukan dalam Pasal 364 KUHP sangat kecil jika dibandingkan dengan harga barang dan nilai uang pada kondisi terkini. Pasal 364 KUHP menentukan bahwa pencurian ringan hanya dapat didakwakan terhadap pencurian dengan harga barang yang dicuri tidak tebih dari Rp 250,00 (dua ratus lima putuh rupiah). Kondisi tersebut pada saat yang bersamaan menjadi semakin terlihat kontras, ketika masyarakat melihat banyak pelaku tindak pidana korupsi yang mencuri uang negara datam jumlah besar justru hanya dijatuhi pidana yang dinitai terlatu ringan, bahkan banyak pelakunya yang belum tersentuh oleh tangan hukum. Beberapa upaya untuk mengatasi hal tersebut tengah ditakukan. Pertama kali oteh Mahkamah Agung dengan diterbitkannya Peraturan Mahkamah Agung (Perma) RI Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda Datam KUHP, yang menyesuaikan ketentuan tentang batas tindak pidana ringan dalam KUHP yang batasannya disesuaikan menjadi 10.000 kali dari batasan nilai sebelumnya, sehingga batasan pencurian ringan yang termasuk di datamnya juga disesuaikan menjadi Rp 2.500.000,00 (dua juta tima ratus ribu rupiah). Ikhtiar Mahkamah Agung untuk menyikapi permasalahan tersebut dengan menerbitkan Perma juga belum dapat berjatan lancar, karena banyak pihak masih mempertanyakan kapasitas Perma dalam hierarki peraturan perundang-undangan yang berada di bawah KUHP sebagai undang-undang, walaupun Mahkamah Agung sendiri mengakui diterbitkannya Perma tersebut bukan bertujuan untuk mengubah KUHP. Upaya lainnya sedang ditakukan oleh Pemerintah RI dengan memasukkan ketentuan-ketentuan baru yang berkaitan dengan tindak pidana pencurian ringan ini dalam Rancangan Undang-undang Hukum Pidana (RUU KUHP) yang diajukan ke Dewan Perwakilan Rakyat RI. Dalam RUU KUHP tersebut ditentukan batasan tindak pidana pencurian ringan yang baru dengan kewenangan delegasi kepada pemerintah untuk mengeluarkan peraturan yang menetapkan penyesuaian batasan tersebut dalam hal terjadi perubahan nilai uang. Selain memuat ketentuan tentang penyesuaian batasan tindak pidana ringan, Perma No. 2 Tahun 2012 tersebut juga memuat penyesuaian jurnlah denda dalam KUHP yang salah satu tujuannya adalah untuk mengefektifkan kembali pidana denda. Demikian pula dalam RUU KUHP yang merumuskan pidana denda dalam beberapa kategori. Penulis melihat keduanya adalah merupakan upaya datam mencapai tujuan pemidanaan. Sebagaimana dikatakan oleh Barda Nawawi dan Mutadi, bahwa pemidanaan adalah salah satu bagian dari sistem peradilan pidana, karenanya pemidanaan harus selaras dengan tujuan pemidanaan itu sendiri. Oleh karena itulah dalam tutisan ini Penutis membahas upaya menggapai tujuan pemidanaan, yang Penulis fokuskan pada tindak pidana pencurian ringan.
Tidak tersedia versi lain