TEXT
Penerapan Undang-undang pornografi pada kasus Ariel Peterpan
Dari putusan kasus video porno Ariel Peterpan ini menarik untuk disimak sekaligus dikaji baik oleh kalangan praktisi hukum, maupun akademisi. Karena Majelis Hakim Pengadilan Negeri Klas IA Khusus Bandung mencoba membuat yurisprudensi baru, dengan menjatuhkan putusan diluar dakwaan Penuntut Umum. Hal ini didasarkan pada fakta yang terungkap dalam persidangan, ternyata Ariel Peterpanlah yang membuat video porno tersebut, serta menyediakannya untuk Reza (terdakwa lain) dan akhirnya tersebar luas dalam masyarakat. Dalam dakwaan oleh Penuntut Umum terdakwa hanya didakwa memberi kesempatan kepada orang lain untuk melakukan perbuatan pidana menyebar luaskan pornografi (Pasal 56 ke-dua KUHP) sebagaimana diatur dalam Pasal 29 Jo Pasal 4 ayat (1) UU Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi.
Putusan Majelis Hakim ini benar-benar didasarkan pada fakta yang terungkap dalam persidangan, bahwa Ariel Peterpan yang membuat video pornonya, kemudian memberikan pada Reza sehingga dianggap menyediakan, dan ternyata video porno Ariel Peterpan tersebut tersebar luas dalam masyarakat, sehingga Ariel Peterpan dianggap membantu menyebarluaskan video porno. Berdasarkan fakta tersebut Majelis Hakim berani menjatuhkan pidana atau menghukum Ariel Peterpan tidak hanya sekedar menurut dakwaan Penuntut Umum yaitu, memberi kesempatan pada orang lain (membantu) menyebarluaskan video porno, namun telah pula melakukan membuat dan menyediakan pornografi.
Hal ini merupakan sebuah terobosan baru dalam hukum pidana Indonesia, karena berdasarkan yurisprudensi yang ada, Hakim hanya dapat menghukum terdakwa diluar yang didakwakan Penuntut Umum, jika pasal yang diterapkan pada terdakwa gradasi ancaman hukumannya lebih rendah dari yang didakwakan, dan masih serumpun dengan yang didakwakan. Pada Majelis Hakim Ariel Peterpan ini Hakim justru menghukum dengan menggunakan pasal yang tuntutan pidananya lebih berat dari yang didakwakan. Dakwaan Penuntut Umum menggunakan Pasal 56 KUHP yaitu membantu melakukan kejahatan, dan ancaman hukumannya dikurangi 1/3 (sepertiga) dari ancaman pokoknya. Untuk unsur membuat dan menyediakan, Majelis tidak menggunakan Pasal 56 KUHP, artinya ancaman hukumannya lebih berat dari yang didakwakan.
Pada pertimbangannya Majelis Hakim menyatakan, karena dakwaan disusun oleh Penuntut Umum, kemungkinan sebagai manusia biasa penuh dengan kekurangan dan kekhilafan. Oleh karena itu Majelis Hakim tidak semata-mata menjatuhkan putusan hanya berdasarkan dakwaan Penuntut Umum semata, namun berdasarkan fakta yang terungkap selama persidangan. Biasanya dalam praktek peradilan, sebagaian besar paradigama Hakim semata-mata menjatuhkan putusan berdasarkan dakwaan, sehingga bila terdapat perbuatan pidana diluar dakwaan, maka konsekuensi yuridisnya perbuatan tersebut dibebaskan tidak dapat dihukum. Dalam putusan ini Majelis Hakim berani keluar dari kebiasaan praktek peradilan yang terjadi selama ini, dengan argumentasi yuridis yang cukup untuk mendukung putusannya tersebut.
Demikian pula dengan argumentasi hukum yang cukup memadai, Majelis Hakim mengabaikan penjelasan Pasal 4 UU No. 44 Tahun 2008, bahwa membuat pornografi untuk kepentingan sendiri tidak dapat dihukum. Menurut Majelis Hakim dalam memaknai sebuah pasal, tidak hanya dibaca pasal yang bersangkutan saja, namun harus pula dikaitkan dengan pasal lainnya secara komprehensif. Dalam pasal lain yang diperbolehkan membuat pornografi hanyalah untuk kepentingan kesehatan dan ilmu pengetahuan, diluar kedua hal ini terlarang membuat pornografi. Sedangkan Ariel Peterpan membuat video pornonya hanya demi kesenangan sahwat semata, oleh karena itu Majelis Hakim berpendapat penjelasan pasal 4 tersebut tidak dapat dikenakan pada perbuatan Ariel Peterpan membuat video porno dirinya.
Tidak tersedia versi lain