TEXT
(Tesis) Analisis Fungsi Saksi Mahkota Sebagai Tambahan Alat Bukti Bagi Hakim Dalam Menjatuhkan Putusan Tindak Pidana Korupsi (Studi Putusan Nomor:62/Pid.Sus/TPK/2015/PN.Tjk)
ANALISIS FUNGSI SAKSI MAHKOTA SEBAGAI TAMBAHAN ALAT BUKTI BAGI HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN TINDAK PIDANA KORUPSI
(Studi Putusan Nomor :62/Pid.Sus/TPK/201 5/PN.Tjk)
Oleh :
SYAIFUL AZUMAR
14.12.27.164
Penggunaan alat bukti saksi mahkota hanya dapat dilihat dalam perkara pidana yang berbentuk penyertaan, dan terhadap perkara pidana tersebut telah dilakukan pemisahan (splitsing) sejak proses pemeriksaan pendahuluan di tingkat penyidikan karena kurangnya alat bukti yang akan diajukan oleh penuntut umum.
Permasalahan penelitian yang akan dibahas dalam penulisan ini adalah : bagaimanakah fungsi saksi mahkota terhadap proses peradilan pidana, bagaimanakah pertanggungjawaban pidana pelaku tindak pidana korupsi kegiatan pengadaan peralatan kesehatan puskesmas dan faktor-faktor apakah yang menjadikan keterangan saksi mahkota sebagai pendukung dalam pertimbangan majelis hakim dalam memutuskan perkara pidana korupsi kegiatan pengadaan peralatan kesehatan puskesmas.
Metode penelitian secara yuridis normatif dan empiris, menggunakan data sekunder dan primer, yang diperoleh dari studi kepustakaan dan studi lapangan, dan analisis data dengan analisis yuridis kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian membahas fungsi saksi mahkota terhadap proses peradilan pidana digunakan untuk mengungkap fakta hukum karena keterbatasan alat bukti, didasarkan pada prinsip dasar perkara delik penyertaan, terdapat kekurangan alat bukti dan diperiksa dengan mekanisme pemisahan (splitsing). Pertanggungjawaban pidana pelaku adalah telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi yang dilakukan secara bersama-sama dengan pidana penjara masing-masing selama 1 (satu) Tahun dan 1 (satu) bulan dan pidana denda sebesar Rp.50.000.000,- dan membayar uang pengganti sebesar Rp.3.155.966.747,- ke kas Negara. Faktor-faktornya meliputi dalam hal adanya perbuatan pidana dalam bentuk penyertaan tersebut diperiksa dengan mekanisme pemisahan (splitsing) dan apabila dalam perkara pidana bentuk penyertaan tersebut masih terdapat kekurangan alat bukti, khususnya keterangan saksi. Hal ini tentunya bertujuan agar terdakwa tidak terbebas dari pertanggungjawabannya sebagai pelaku perbuatan pidana.
Saran yang dapat diberikan penulis antara lain hendaknya penggunaan saksi mahkota sebagai alat bukti dalam proses peradilan pidana haruslah ditinjau kembali, dikarenakan penggunaan saksi mahkota bertentangan dengan hak asasi manusia terutama hak terdakwa, karena dikhawatirkan melanggar kaidah hak asasi manusia secara universal (international covenant on civil and political right). Hendaknya kepada setiap orang sebagai warga Negara yang taat hukum mendukung implementasi prinsip-prinsip peradilan yang adil dan tidak memihak (fair trail). Diharapkan kepada aparat penegak hukum perlu meningkatkan koordinasi dengan pemerintah daerah dalam penanggulangan tindak pidana korupsi.
Kata Kunci : Pertanggungjawaban Pidana, Tindak Pidana Korupsi, Saksi Mahkota.
Tidak tersedia versi lain