Computer File
(E-SKRIPSI) KEWENANGAN PENYIDIK DALAM PENETAPAN TERSANGKA KEMBALI PADA PERKARA PIDANA YANG SAMA PASCA PUTUSAN PRAPERADILAN (Studi Putusan Nomor: 9/Pid.Pra/2017/PN.Tjk)
Salah satu bentuk perlindungan terhadap hak asasi dapat dilihat dengan adanya
peraturan yang mengatur tentang Praperadilan sebagaimana diatur dalam Pasal 77
sampai dengan Pasal 83 KUHAP.
Permasalahan dalam penelitian adalah bagaimanakah kewenangan penyidik dalam
penetapan tersangka kembali pada perkara pidana yang sama pasca Putusan
Praperadilan berdasarkan Putusan Nomor: 9/Pid.Pra/2017/PN.Tjk dan apa faktor
pendorong dan penghambat penyidik dalam kewenangan penetapan tersangka
kembali pada perkara pidana yang sama pasca Putusan Praperadilan berdasarkan
Putusan Nomor: 9/Pid.Pra/2017/PN.Tjk.
Metode penelitian menggunakan pendekatan yuridis normatif dan empiris,
pendekatan yuridis normatif dilaksanakan dengan mempelajari norma atau kaidah
hukum, asas-asas hukum, sedangkan pendekatan empiris dilakukan dengan
wawancara langsung terhadap narasumber yang akan berhubungan dengan
masalah penelitian, analisis data yang digunakan adalah kualitatif.
Hasil penelitian menunjukkan kewenangan penyidik dalam penetapan tersangka
kembali pada perkara pidana yang sama pasca Putusan Praperadilan berdasarkan
Putusan Nomor: 9/Pid.Pra/2017/PN.Tjk sudah sesuai dengan ketentuan yang ada
di dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana, khususnya Pasal 77 sampai
dengan Pasal 83 KUHAP yang mengatur objek Praperadilan, yaitu sah atau
tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian
penuntutan. Praperadilan yang diatur KUHAP untuk menjamin agar perlindungan
akan hak asasi manusia, ketidak pastian hukum dan keadilan dapat terlaksana
sebagaimana mestinya. Faktor pendorong dan penghambat penyidik dalam
kewenangan penetapan tersangka kembali pada perkara pidana yang sama pasca
Putusan Praperadilan berdasarkan Putusan Nomor: 9/Pid.Pra/2017/PN.Tjk adalah
adanya Akibat hukum dikabulkannya permohonan Praperadilan tentang sah atau
tidaknya penetapan tersangka oleh penyidik berdasarkan pertimbangan bahwa
penetapan status tersangka merupakan bagian dari penyidikan dan Pasal 82
ayat (3) Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana bahwa dalam hal
menetapkan suatu penangkapan atau penahanan tidak sah, maka penyidik atau
jaksa penuntut umum pada tingkat pemeriksaan masing-masing harus segera
membebaskan tersangka. Putusan tersebut tentunya menjadi yurisprudensi yang
dapat dipakai oleh Hakim lain sebagai acuan dalam membuat putusan dalam
lembaga Praperadilan.
Saran, kepada Hakim praperadilan disarankan untuk tetap menjaga objektivitas
dalam memutus permohonan praperadilan, dalam rangka memberikan keadilan
bagi pihak-pihak yang dirugikan dalam proses penanganan perkara pidana oleh
aparat penegak hukum. Kepada aparat penegak hukum khususnya penyidik dalam
melaksanakan tugas dan kewajibannya, sebelum menetapkan seseorang menjadi
tersangka sebaiknya terpenuhi terlebih dahulu 2 (dua) alat bukti yang cukup. Hal
ini demi menjaga kredibilitas aparat penegak hukum dalam menentukan sikap
sebelum terjadinya kesalahan yang merenggut hak seseorang.
Kata Kunci: Kewenangan, Penyidik, Penetapan Tersangka, Putusan,
Praperadilan
Tidak tersedia versi lain