TEXT
(Tesis) Implementasi Pasal 49 Huruf (I) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Peradilan Agama (Studi pada Pengadilan Agama Metro)
IMPLEMENTASI PASAL 49 HURUF (i) UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG PERADILAN AGAMA
(Studi pada Pengadilan Agama Metro)
ABSTRAK
Oleh
K.M. Junaidi
14.12.27.198
Diberlakukannya UU No. 3 Tahun 2006 jo. UU No. 50 Tahun 2009 tentang Peradilan Agama melahirkan paradigm baru terkait kompetensi absolut Peradilan Agama. Peradilan Agama mendapat tambahan kewenangan berupa menyelesaikan sengketa ekonomi syariah (Pasal 49 huruf (i). Pengadilan Agama Metro sebagai salah satu Peradilan Agama di Indonesia dalam operasionalnya tentu tidak terlepas dari aturan yang telah di tetapkan dalam UU tersebut, yaitu sebagai lembaga hukum yang berwenang menyelesaikan sengketa ekonomi syariah.
Permasalahan pokok dalam pelaksanaan penelitian ini meliputi: a. bagaimana kompetensi absolut Pengadilan Agama berdasarkan pasal 49 huruf huruf (i) UU No. 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama, b. bagaimana implementasi pasal 49 huruf huruf (i) UU No. 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama dalam penyelesaian sengketa ekonomi syariah , c. apa faktor penyebab implementasi pasal 49 huruf huruf (i) UU No. 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama dalam penyelesaian sengketa ekonomi syariah di Pengadilan Agama Metro kurang efektif?
Pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis normatif dan empiris. Data dalam penelitian ini bersumber dari data kepustakaan (library research) dan data lapangan (field research).
Kesimpulan penelitian ini adalah: (1) Kompetensi absolut pengadilan agama berdasarkan pasal 49 huruf huruf (i) UU Peradilan Agama, berupa kegiatan atau kegiatan usaha yang dilakukan menurut prinsip syariah, yaitu bank syariah, asuransi syariah, reasuransi syariah, raksada syariah, lembaga, keuangan mikro syariah, obligasi syariah dan surat berharga berjangka menengah syariah, sekuritas syariah, pembiayaan syariah, pengadaian syariah, dana pension lembaga keuangan syariah dan bisnis syariah; (2) implementasi pasal 49 huruf huruf (i) UU Peradilan Agama dapat dikatakan berjalan tidak efektif di Pengadilan Agama Metro. (3) Faktor-faktor yang menjadi penghambat antara lain: Politik Hukum Indonesia, rendahnya kepercayaan masyarakat, peradilan agama masih dianggap memiliki citra inferior, kurangnya sosialisasi, kesadaran yang tinggi dalam bersyariah bagi pelaku ekonomi syariah sehingga terhindar dari sengketa, dan aparat peradilan agama kurang memadai. Sedangkan yang menjadi pendukung antara lain: banyaknya jumlah umat muslim di Indonesia, sejarah Peradilan Agama yang prima, kekuatan sosialisasi, dan adanya kepercayaan masyarakat.
Saran penelitian adalah: bagi pemerintah perlu meningkatkan payung hukum KHES menjadi Undang-Undang, Mahkamah Agung perlu sesegera mungkin melakukan berbagai upaya guna meningkatkan pengetahuan dan kemampuan hakim, optimalkan pelaksanaan kegiatan sosialisasi, bagi perguruan tinggi hendaknya memasukkan mata kuliah hukum bisnis syariah sebagai mata kuliah inti, sehingga nantinya akan melahirkan praktisi-praktisi hukum maupun akademisi hukum yang handal dan mumpuni, khususnya yang berkaitan dengan ekonomi syariah.
Kata Kunci : ekonomi syariah, peradilan agama
Tidak tersedia versi lain